Selasa, 26 Mei 2009

Perhelatan "Merakyat" dengan Biaya "Tak Merakyat"

Berbeda dengan rival terberatnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yang melakukan perhelatan pendeklarasian di dalam gedung ber-AC, dan bergaya keamerika-amerikaan, pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto memilih TPA Bantar Gebang sebagai tempat pendeklarasiannya.

Pasangan tersebut, kata tim suksesnya, ingin merakyat ketika mendeklarasikan pengukuhan mereka. "Di zaman serba sulit, Ibu Mega ingin acara deklarasi dilaksanakan secara sederhana," ujar Ketua Panitia Pendeklarasian Mochtar Mohamad, Sabtu (23/5) di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Namun, apakah acara pendeklarasian tersebut sudah dilaksanakan secara sederhana? Jika dana menjadi tolak ukur kesederhanaan, acara pendeklarasian pasangan yang diusung PDI-P, Gerindra, dan sejumlah parpol yang tidak lolos parliamentary threshold, tidak dapat digolongkan sederhana.
Pantauan Kompas.com di lokasi, Sabtu (23/5) sore, terpasang megah empat panggung raksasa. Panggung utama, yang akan ditempati Mega-Pro, berukuran 20 meter x 12 meter. Ketiga panggung raksasa lainnya adalah panggung VIP, yang akan ditempati oleh tamu penting, berukuran 10 meter x 12 meter; panggung musik hiburan, tempat para kelompok musik menggoyang 35.000 orang, berukuran 8 meter x 6 meter; dan panggung paduan suara yang menampung 100-an orang, berukuran 10 meter x 12 meter.

Bagaimana dengan daya listrik yang digunakan? Koordinator panggung Wahyu Djarojad mengatakan, daya listrik berkisar pada angka 60.000 watt. Di depan panggung utama terhampar tiga tenda raksasa, yang masing-masing berukuran 50 meter x 50 meter, 3 meter x 30 meter, dan 3 meter x 30 meter.

Mochtar mengaku, biaya panggung, sound system, kursi, dan tenda menelan biaya kurang lebih Rp 100 juta. Angka ini, tentunya, belum ditambah dengan biaya pengurukan lahan seluas sekitar dua hektar dengan pasir dan bebatuan, biaya pemotongan kerbau bule yang mencapai Rp 30 juta, biaya pemasangan konblok berukuran 1,5 meter x 200 meter, upah 100 buruh yang bekerja selama enam hari penuh.

Belum lagi, biaya logistik seperti 5.000 kentungan yang akan dibunyikan saat pendeklarasian Mega-Pro, bendera raksasa berukuran 70 meter x 100 meter, konsumsi dan biaya mobilisasi 35.000 orang, mulai dari pengamen, pemulung, petani, buruh, pedagang pasar, panti asuhan, dan lainnya.

Hal ini juga belum termasuk biaya pengisi acara, seperti Pato dan Debo dari Idola Cilik, dan lainnya. Arya Bima, koordinator acara pendeklarasian, mengatakan, biaya deklarasi tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp 412 juta. Mudah diduga, panggung dan tenda besar digunakan untuk mengakomodasi puluhan ribu massa yang sengaja diundang/didatangkan dari berbagai tempat.

Semoga, pesan-pesan ekonomi kerakyatan yang disampaikan oleh kedua tokoh wong cilik tersebut benar-benar melekat di hati para wong cilik tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan dana tersebut, terlepas dari mana pun sumbernya, akan menjadi sia-sia.

Pengalaman Pemilu Legislatif 2009 lalu membuktikan, sebagian massa yang bersedia datang tidak peduli dengan retorika para juru kampanye. Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid, sesuai yang dilansir Kompas, menilai kegiatan ini sebagai upaya membangun citra capres dan cawapres yang prorakyat kecil dan perekonomian kerakyatan.


0 komentar:

Posting Komentar

Selasa, 26 Mei 2009

Perhelatan "Merakyat" dengan Biaya "Tak Merakyat"

Berbeda dengan rival terberatnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yang melakukan perhelatan pendeklarasian di dalam gedung ber-AC, dan bergaya keamerika-amerikaan, pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto memilih TPA Bantar Gebang sebagai tempat pendeklarasiannya.

Pasangan tersebut, kata tim suksesnya, ingin merakyat ketika mendeklarasikan pengukuhan mereka. "Di zaman serba sulit, Ibu Mega ingin acara deklarasi dilaksanakan secara sederhana," ujar Ketua Panitia Pendeklarasian Mochtar Mohamad, Sabtu (23/5) di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Namun, apakah acara pendeklarasian tersebut sudah dilaksanakan secara sederhana? Jika dana menjadi tolak ukur kesederhanaan, acara pendeklarasian pasangan yang diusung PDI-P, Gerindra, dan sejumlah parpol yang tidak lolos parliamentary threshold, tidak dapat digolongkan sederhana.
Pantauan Kompas.com di lokasi, Sabtu (23/5) sore, terpasang megah empat panggung raksasa. Panggung utama, yang akan ditempati Mega-Pro, berukuran 20 meter x 12 meter. Ketiga panggung raksasa lainnya adalah panggung VIP, yang akan ditempati oleh tamu penting, berukuran 10 meter x 12 meter; panggung musik hiburan, tempat para kelompok musik menggoyang 35.000 orang, berukuran 8 meter x 6 meter; dan panggung paduan suara yang menampung 100-an orang, berukuran 10 meter x 12 meter.

Bagaimana dengan daya listrik yang digunakan? Koordinator panggung Wahyu Djarojad mengatakan, daya listrik berkisar pada angka 60.000 watt. Di depan panggung utama terhampar tiga tenda raksasa, yang masing-masing berukuran 50 meter x 50 meter, 3 meter x 30 meter, dan 3 meter x 30 meter.

Mochtar mengaku, biaya panggung, sound system, kursi, dan tenda menelan biaya kurang lebih Rp 100 juta. Angka ini, tentunya, belum ditambah dengan biaya pengurukan lahan seluas sekitar dua hektar dengan pasir dan bebatuan, biaya pemotongan kerbau bule yang mencapai Rp 30 juta, biaya pemasangan konblok berukuran 1,5 meter x 200 meter, upah 100 buruh yang bekerja selama enam hari penuh.

Belum lagi, biaya logistik seperti 5.000 kentungan yang akan dibunyikan saat pendeklarasian Mega-Pro, bendera raksasa berukuran 70 meter x 100 meter, konsumsi dan biaya mobilisasi 35.000 orang, mulai dari pengamen, pemulung, petani, buruh, pedagang pasar, panti asuhan, dan lainnya.

Hal ini juga belum termasuk biaya pengisi acara, seperti Pato dan Debo dari Idola Cilik, dan lainnya. Arya Bima, koordinator acara pendeklarasian, mengatakan, biaya deklarasi tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp 412 juta. Mudah diduga, panggung dan tenda besar digunakan untuk mengakomodasi puluhan ribu massa yang sengaja diundang/didatangkan dari berbagai tempat.

Semoga, pesan-pesan ekonomi kerakyatan yang disampaikan oleh kedua tokoh wong cilik tersebut benar-benar melekat di hati para wong cilik tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan dana tersebut, terlepas dari mana pun sumbernya, akan menjadi sia-sia.

Pengalaman Pemilu Legislatif 2009 lalu membuktikan, sebagian massa yang bersedia datang tidak peduli dengan retorika para juru kampanye. Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid, sesuai yang dilansir Kompas, menilai kegiatan ini sebagai upaya membangun citra capres dan cawapres yang prorakyat kecil dan perekonomian kerakyatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar